DRUPADI… Dahulu dan Sekarang…

By Ira Ginda

Beberapa hari ini banyak teman yang menghubungiku, tentunya teman-teman lamaku, biasa deeh… Menanyakan kabar, keluarga, atau sampai urusan bisnis dan pertemanan. Hehe… Seru juga berteman saling sapa, saling memberi support, saling menghargai tanpa maksud mengintimidasi dalam keterbatasan waktu… (“Ya jelaslah wong dah pada merried semua lagee….“)

Ada kabar yang agak membuatku kaget ternyata salah satu temanku baru menjanda… Duuuhh… Aku sedih mendengarnya… Dulu jaman masih kongkow hummm… Kita-kita jagoannya… Mondar-mandir di kampus (“Mang mantengin tukang parkir ya…atau jadi preman…??“) Kami emang punya hobi kongkow, sekedar melepas lelah setelah kelas selesai setelah itu dilanjutkan acara masing2, sepertinya menu wajib harian kita dulu… Kenapa tanyaku pada sang teman, suaminya selingkuh dan kabur… Uuups… Oowowow… Aku turut sedih mendengar ceritanya…


Huuuh… Permasalahan rumah tangga, terkadang wanita yang dianggap lemah, sekaligus kuat dan berani melangkah, mengingatkan aku pada sosok DRUPADI, seorang wanita yang cantik jelita, luhur budi pekerti, bijaksana, teliti dan setia pada suami… Dulu aku biasa membaca di komik seri BHARATA YUDHA – MAHABARATHA by R. A. Kosasih. Seru looh…cerita asyik dan menarik…

DRUPADI…. Seorang dewi bersuamikan Yudhistira atau Puntadewa, sulung dari Pandawa Lima. Tapi banyak versi yang digambarkan dari dewi jelita ini menjadikan dirinya menarik untuk digambarkan karena SOSOK KESETIAAN ISTRI yang terkadang dihadapkan pada pilihan tersulit sekalipun. Seperti Sang Dewi yang dihadapkan pada pertaruhan dadu tengkorak antara Pandawa dan Kurawa menjadikannya duduk di kursi pesakitan menjadi barang taruhan. (“Kalo aku begitu… Ga janji deeh… Berat boow… Tega banget harga dirinya buat taruhan..“). Apakah para suami juga begitu tega membiarkan istrinya menjadi barang taruhan.., karena telah terlanjur berjanji… Wanita yang selalu dituntut sempurna hanya berbalas apa..?? Hiburan…, kesenangan pribadi atau masa depan bangsa… Jadi inget kasus si RANI yang sedang “in” di berita minggu-minggu ini pada Kasus Antasari… “Piiiisss deh Ran” Hehehe…

Hanya agak miris saja nasib Sang Dewi malang karena tak ada satupun menolongnya termasuk suaminya atau sekelompok Ksatria yang lupa diri setelah memiliki kekuasaan, hingga dia bersumpah:

Demi langit dan bumi, demi harkatku sebagai Putri Agni, aku tak akan mengikat rambutku, sebelum mencucinya dengan darah Dursasana.

Itu terucap sebelum Sang Dewi yang bagai budak diseret para Kurawa untuk kemudian dipaksa melayani bahkan menelanjanginya di depan suami dan Pandawa. Menarik lembaran kain helai demi helai… Sang Dewi hanya mengucap doa dan pasrah terhadap ketidakjujuran penguasa, hingga Dursasana terjatuh kelelahan sia-sia tanpa berhasil melepas helai terakhir kain panjangnya… Selamatkah sang Dewi…?? Tidak… Sang Dewi menjalani hari menjadi budak untuk para Kurawa hingga perang Bharata Yudha berakhir dengan keramas darah Dursasana dan terbalaslah sumpahnya…. Huuff… Serem juga ya…

Begitu mudahnya sang suami melecehkan kehormatan istrinya mempertaruhnya kehormatannya sendiri demi sebuah ambisi kebangsawanan dan kehormatan.., mungkin bayaran termahal untuk kehidupan suami istri yaa… Sang Dewi yang begitu lantang berbicara saat semua mulut terkatup dalam kebisuan moral dan nurani, telinga ditulikan dan membutakan mata mereka dari kekuasaan dan kejujuran di dalam sebuah kemegahan istana…

Banyak wanita-wanita sekarang berani memandang dan melangkah di dunia sendiri saat ikatan hati terlepas, yang bisa mereka lakukan hanya BERSABAR, PASRAH dan IKHLAS, karena sudah kehendak-Nya, dengan berbekal semangat perubahan mereka bangkit dari keterpurukan. Ada orang disekitar yang menjadi sandaran baru untuk melangkah menatap masa depan seperti anak, orang tua, teman dan Tuhan, percayalah SAYA TIDAK SENDIRI. Mereka ibarat lilin yg bersinar dikala hari telah senja, menerangi cahaya sesama tanpa memperdulikan kesulitan mereka sendiri… Itulah mereka DRUPADI masa kini…..

Sabahat wanita saya seorang ibu dari 2 orang putra, pekerja keras.. Sebelum subuh menjalani hari-hari tanpa penat dan lelah hingga matahari setengah, belum usahanya untuk memulihkan kesehatan anak bungsunya dari vonis ‘nyaris autis‘ Huuff… Padahal perselingkuhan suaminya menolehkan sembilu dihatinya… Semua kelemahan itu dia jadikan kekuatan untuk bangkit dan mandiri, tanpa bahu sandaran saat penat, entah mungkin suatu saat ada malaikat bersayap yang mampu mengobati luka hatinya.. Hanya Tuhan dan dia yang tahu…

Ada juga seorang wanita yang mencoba mengais rizki dengan bekerja kasar dari rumah ke rumah sampai maghrib, agar bisa berkumpul dengan keluarga tanpa sandaran hatinya, hanya doa dan semangat orang-orang terdekat yang senantiasa mengiringi langkah mereka menapaki hari depan… Tetap semangatlah wanita dengan kelemahannya, menjadikan itu kekuatan untuk melangkah menemani Bintang Kejora…

Sisa kopi susuku mulai dingin… Aku hendak beranjak dari kursi yang telah panas kududuki, mungkin mengawali dengan melukis pelangi di hati… Maaf jika aku masih belajar merayapi catatan, semoga bermanfaat… Maaf jika kurang berkenan….
Salam!

16 November 2009.
————————————

Ira Ginda. Tinggal di Malang. Sering menulis di situs-situs pertemanan.

About -dN5
Here I am........

18 Responses to DRUPADI… Dahulu dan Sekarang…

  1. Pingback: Cinta Sejati… « Hari-hariku setelah kemarin…..

  2. Pingback: Mengapa? « Hari-hariku setelah kemarin…..

  3. mushodiq says:

    Kebahagian adalah tujuan bersama juga tujuan akhir dari sebuah kehidupan tanpa tujuan kebahagian maka hidup akan saling berseberangan dan saling mengintimidasi, tak dapat dipungkiri tujuan manusia saling mengikat diri dalam sebuah pelaminan selain ingin melanjutkan keturunan juga ingin menyempurnakan kekurangan, sebenarnya dari makna kalimat tersebut dapat ditafsirkan bahwa kita harus saling menghormati, menghargai harkat dan martabat semua insan baik pria,wanita, teman,saudara, kalaulah kita membaca kitab suci Al-Qur’an, Al-Hadist dan diturunkan lagi pada Shigot Taklik dalam pernikahan disitu amat jelas peran masing-masing dan tanggung jawabnya.
    Jadi pada prinsipnya Jangan pernah menyakiti hati wanita dan juga jangan pernah menyakiti hati pria.
    Damailah dihati.

  4. rani says:

    menarik….

  5. nez says:

    Drupadi… ooohh…… begitu yaaa… 🙂

  6. kunyuk says:

    Aaah gak sah bawa agama di sini . . . 😦

    • -dN5 says:

      Hahaaa… Mas… Ini memang hasil ulasan dari penuLisnya…. Bisa kok mengajak penuLisnya maupun teman lain yang memberikan komentarnya…. untuk berargumentasi……
      Salam !

  7. ken says:

    Kisahnya tidak seperti itu, seharusnya sebelum menulis kisah ini.., Anda seharus melihat berbagai versi dari kisah ini..

    Sehingga tidak meninggalkan kesan seolah-olah hanya Drupadi saja yang dikorbankan…..

  8. ira ginda says:

    Aku mengambilnya dari sisi tragisnya sebuah tatanan yang ada dalam sebuah ‘asa’ kejadian meja perjudian…, apakah pantas kehormatan dipertaruhkan bahkan diperjualbelikan dengan seenaknya saja tanpa melihat nurani kita sendiri…

    Memang ada banyak ‘versi’ lain tentang kisah Drupadi, justru kejadian ini adalah ‘karma’ untuknya, karena telah menghina seseorang di masa lalu… Dan itu berbalas ‘impas’ dengan tawa puas orang yang dihina melihat nasib Drupadi di atas kekalahan nasibnya…

    Dari dulu mereka juga kenal “dogma” bukan…??

  9. ratih says:

    cerita inin bermakna banyak…. menarik mbak…!

  10. Pingback: Sebuah Tanda « Stories From The Road… SFTR

  11. ella asmira says:

    Drupadi atau Pancali adalah seorang wanita yang bersuamikan lima orang, yaitu Pandawa Lima..
    Seorang wanita yang dimenangkan oleh Arjuna, tetapi rela dibagikan ke saudara2 Arjuna,
    sehingga dia memiliki 5 suami…
    Kesetiaannya dan perngobanannya adalah lambang dari wanita dan harga diri wanita maupun keindahan wanita…..

  12. mengawali melukis pelangi …

  13. lantang mengatup tanpa sukma menjelajah

  14. selalu ada lembaran yang selalu terbaca,,,

    • -dN5 says:

      Drupadi memang selalu menyimpan misteri… Cerita yang tak lekang zaman…
      #Terimakasih ya sudah datang… Salam!

Leave a reply to ira ginda Cancel reply